💜Dunia malam. Dua patah kata ini rasanya semakin sering beredar di telinga kita,
dan semakin banyak pula sosok-sosok yang melakoni kehidupan dalam dunia
malam tersebut. Hal tersebut tampak wajar, karena seiring dengan berjalannya
waktu, kota-kota besar di Indonesia seperti Medan, Jakarta, Bandung, Yogyakarta,
dan Surabaya telah mengalami berbagai perkembangan sebagai cerminan dari
sebuah keberhasilan ekonomi nasional, dan bersamaan dengan kemajuan
pertumbuhan kota tersebut, maka bermunculanlah berbagai sarana hiburan, yang
menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat (Ghazali, 2004).
Demi
mengimbangi kebutuhan masyarakat yang haus akan hiburan, hadirlah berbagai
macam sarana hiburan, terutama sarana hiburan dunia malam, mulai dari kelas
bawah sampai yang mewah, seperti klub-klub malam atau diskotik, pub, kafe, dan
lain sebagainya yang muncul bak menjamur di kota-kota besar tersebut, termasuk
Lampung. Dewasa ini, aktivitas malam telah menjadi bagian yang sangat penting dalam
konsumsi hidup anak muda (Hollands, 1995; Chatterton and Hollands, 2001;
dalamMalbon, 1999). Demi menghilangkan kejenuhan atau justru telah menjadi
sebuah kebiasaan, mendatangi tempat hiburan malam tentunya membawa kepuasan tersendiri bagi para penikmatnya.
Setiap tempat hiburan memiliki daya
tarik tersendiri dan memiliki penikmatnya masing masing.
Kesamaan dalam hal mencari hiburan dan cara menghabiskan waktu oleh
beberapa masyarakat perkotaan ini kemudian menjadikan munculnya gaya hidup
masyarakat perkotaan. Kemajuan teknologi juga merupakan salah satu faktor
pendukung berkembangnya tempat-tempat hiburan di daerah perkotaan dan salah
satu tempat hiburan yang sangat dipengaruhi oleh kemajuan teknologi adalah
diskotik. Peralihan dari piringan hitam menuju CD (Compact Disk) hingga DVD
dan penambahan daya suara dari sound system hingga lampu-lampu gemerlap
yang semakin mengkilau dengan kehadiran sinar laser merupakan bagian dari
perkembangan diskotik yang sangat dipengaruhi oleh kemajuan teknologi.
Diskotik merupakan tempat hiburan yang disuguhkan untuk para penikmat dunia
malam. Hal ini dikarenakan diskotik hanya dibuka pada malam hari hingga
menjelang pagi.
Fenomena hiburan malam dalam kemasan modernitas yang kini seolah menjadi
nafas baru pada kehidupan di Lampung adalah salah satu hal yang menarik dan
menyedot mahasiswa untuk berpartisipasi di dalamnya. Club, café, Diskotik,
Bilyard, Konser music dan lain sebagainya merupakan tempat-tempat yang biasa
dikunjungi anak muda dan mahasiswa .
Fasilitas komunikasi dan informasi sebagai salah satu penyokong utama arus
globalisasi berpengaruh signifikan dalam segala sector kehidupan.
Arus
globalisasi memaksa mahasiwa menerima perbedaan kebudayaan yang bercampur
(kebudayaan Timur versus kebudayaan barat).
3
Globalisasi menyebabkan berbagai gaya hidup mahasiswa dan media masa turut
mempengaruhi perkembangan gaya hidup mahasiswa. Dalam hal ini misalnya,
media masa juga menawarkan produk atau program yang bersifat ke arah budaya
barat bukan timur, imbasnya kepada mahasiswa yang masih mencari jati diri dan
mahasiswa pun mengikuti arus budaya barat mulai dari fasion, membentuk
pergaulan modern, hingga muncul selera kebarat-baratan.
Fenomena aktivitas sampai tengah malam bahkan sampai dini hari dikalangan
mahasiswa bukan lagi hal yang sulit ditemukan di Lampung. Karena hampir
sebagian penduduk produktifnya adalah pelajar dan mahasiswa. Dengan
sendirinya diantara sekian banyak mahasiwa yang ada, sebagian dari mereka
adalah ada yang menggunakan waktu malam untuk mencari hiburan malam.
Aktivitas mengunjungi klub malam tersebut kerap kali didengungkan orang-orang
dengan istilah clubbing. Dunia gemerlap atau yang biasanya disebut Clubbing
,sudah menjadi kegiatan malam bagi kebanyakan anak muda termasuk mahasiswa
di Lampung.
Generasi muda mahasiswa merupakan individu yang cepat
menerima unsur kebudayaan asing yang termasuk dari proses akulturasi.
Mayoritas dari mereka adalah mahasiwa sebagai pemuda yang bisa dikatakan
kaum intelek yang selalu berlari untuk berpacu dengan arus modernisasi. Sikap
yang mengagungkan terhadap modernitas jugalah yang membuat mahasiswa
terjerumus menjadi kaum hedonis yang menempatkan kesenangan duniawi
menjadi prioritas utama, yang dibungkus dalam bentuk hiburan malam.
Salah satu alasan yang sering dikemukakan ketika clubbing adalah untuk
menghilangkan stress. Akan tetapi anggapan ini belum terbukti. Kesenangan
4
yang dirasakan saat clubbing bisa jadi hanya reaksi emosi sementara. Jika
dilakukan berulang-ulang dan menjadi rutinitas, secara langsung atau pun tidak
maka akan berpengaruh terhadap kemampuan seseorang dalam menyelesaikan
masalanya. Dalam clubbing juga banyak hal-hal yang sifatnya negative.
Diantaranya adalah kebiasaan merokok dan minum minuman keras. Seperti yang
sudah diketahui, hal tersebut cenderung menimbulkan 80% efek negatf terutama
untuk kesehatan tubuh. Selain itu kegiatan ini dilakukan pada malam hari sampai
pagi, dimana seharusnya tubuh beristirahat setelah seharian beraktivitas. Selain
itu, bagi mahasiswi yang sudah memasuki dunia malam, hampir bisa dipastikan
mendapat label buruk dari masyarakat, walaupun disana mereka hanya duduk
menari dan minum orange juice atau softdrink.
Orang-orang yang mengunjungi club atau aktif di dalam club sering disebut
dengan istilah clubbers.
Clubbers diarahkankepadamereka yang memilikihobi
yang sama dan membentuk kelompok atau komunitas yang terorganisir, sebagai
pengunjung setia sejumlah pub, diskotik, dan bar (Hendra&Erna, dalamSriwijaya
Post, 9 April 2006). Mayoritas para clubbers adalah para generasi muda
mahasiswa yang memiliki status ekonomi yang cukup baik. Ini terlihat dari
kebutuhan-kebutuhan materi yang menopang aktivitas clubbing yang jelas
membutuhkan dana ekstra. Mulai dari pemilihan pakaian yang bermerk, property,
kendaraan,hingga minuman. Melalui clubbing mahasiwa merasa menemukan jati
diri, disana mereka bisa “berjingkrak-jingkrak” sebebasnya, meneguk alcohol dan
bercanda sampai pagi, lalu pulang dalam keadaan lelah bahkan mabuk tanpa
memikirkan kegiatan di kampus besok. Penulis tertarik untuk mengangkat masalah ini lebih jauh karena para clubbers
seakan tidak pernah merasa bersalah dengan kegiatan yang dilakukan, bahkan
menganggap bahwa clubbing adalah trend dan pelepas stress di kampus.
Pentingnya penelitian ini untuk melihat fenomena yang terjadi di dunia malam
sehingga dapat menjadi himbauan bagi mahasiswa lain agar tidak terjerumus
kedalam dunia malam. Dari uraian diatas maka penulis berniat untuk meneliti dan
membahas lebih lanjut mengenai “Potret Dunia Malam Mahasiswa” studi kasus di
Center Stage, Novotel, Bandar Lampung,
0 komentar:
Posting Komentar